Jumat, 24 Februari 2012

[Review] A Walk to Remember (Kan Kukenang Selalu) - Nicholas Sparks

Diposting oleh Fhily Anastasya di 01.48
Judul Buku: A Walk to Remember (Kan Kukenang Selalu)
Penulis: Nicholas Sparks
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 254
Genre: ChikLit, Young-Adult
Novel Terjemahan


Sewaktu berusia tujuh belas tahun, hidup Landon Carter berubah selamanya. Dan semua karena Jamie Sullivan… 

Jika cinta bisa memilih, Landon tentu tidak akan memilih untuk jatuh cinta pada Jamie. Gadis yang selalu membawa Alkitab ke sekolah, menyelamatkan binatang yang terluka, menjadi relawan di panti asuhan... gadis yang suci dan memiliki hati bak malaikat. Tak ada yang pernah mengajak Jamie kencan, dan Landon pun tidak pernah bermimpi untuk berkencan dengannya. 

Sampai takdir menentukan lain... dan mengubah hidup Landon selama-lamanya.

******

My review:

Gatal banget buat me-review Novel versi terjemahannya :) hehehe ._. setelah me-review versi Englisnya disini dan saya masih terkesima dengan novel yang satu ini. Dan review yang ini [Total Spoiler Alerts]


"Aku sedang jatuh cinta, dan perasaan itu bahkan lebih indah daripada yang pernah kubayangkan sebelumnya."


Damn, I love this book so much


Baca dua bahasa inggris dan indonesia tidak mengurangi kekaguman saya terhadap buku yang satu ini. Dan karena buku ini juga saya memutuskan Nicholas Sparks sebagai author favorite saya :3

Ceritanya sebenarnya kalau mau dilihat biasa saja seperti cerita-cerita romance pada umumnya, seorang gadis cupu dengan seorang lelaki bandel saling jatuh cinta, namun sang gadis mengidap penyakit dan meninggal. Tamat.

Oke, Cerita ini tidak hanya memuat tentang itu, Cerita ini berdasarkan sudut pandang tokoh cerita lelaki yaitu Landon Carter yang tinggal di Beaufort, North Carolina, yang terletak di pesisir dekat Morehead City. Mengambil setting waktu pada tahun 1958. Pada part awal Landon menceritakan tentang daerah tempat tinggalnya tersebut termasuk seorang pendeta yang bernama Hegbert, keluarganya dan pendeta itu sangat tidak akrab bahkan saling menyinggung, dan pendeta itu mempunyai anak bernama Jamie Sullivan, Gadis yang rambutnya selalu dikuncir dan selalu membawa Alkitab kemanapun dia pergi. Dia juga teman sekelas Landon di Beaufort High School.
Panjang cerita yang menuturkan bagaimana kisah Landon dan Jamie mulai akrab, dimulai dari Landon mengajak Jamie untuk acara sekolah homecoming karena tak ada lagi gadis yang bisa menjadi pasangan Landon.
Saya suka cara Jamie bercanda.
“Aku mau pergi denganmu,” kata Jamie akhirnya, “dengan satu syarat.”
Aku menguatkan diri, sambil berharap syaratnya tidak terlalu berat.
“Ya?”
“Kau harus berjanji bahwa kau tidak akan jatuh cinta padaku.”
Awalnya saya mengira cerita ini, bakal kesinetronan nanti dipesta Jamie bakal berubah jadi gadis Cantik dan Landon terpesona namun ternyata tidak Jamie tetap dengan gaya ciri khasnya sendiri. :) dan saya suka itu.

Lalu sampai ketika Landon ikut bergabung untuk pertunjukan drama, membantu Jamie menyukseskan drama yang ditulis ayahnya, meski diejek-ejek tetapi Landon selalu meyakinkan pada dirinya kalau dia berbuat sesuatu yang benar dan disana Landon berperan sebagai Tom Thornton dan Jamie sebagai Malaikat, dari sinilah Landon pertama kali terkagum-kagum dengan kecantikan alami Jamie.

Dan setelah itu Jamie terus mengajarkan pada Landon tentang melakukan sesuatu yang benar

Salah satu adegan favorite saya, yang menurut saya sangat romantis tapi tidak berlebihan alias romantis alami :3 adalah saat dibawah pohon natal dipanti asuhan:
Aku melirik ke arahnya. Dengan cahaya lampu yang menyinari wajahnya, ia tampak sama cantiknya dengan setiap orang yang pernah kulihat.
“Aku membelikan sesuatu untukmu,” kataku akhirnya. “Membelikan hadiah, maksudku.” Aku berbicara pelan agar tidak membangunkan gadis kecil yang tidur di pangkuannya, dan kuharap itu bisa menyembunyikan kecemasan dalam suaraku.
Ia mengalihkan pandangannya dari pohon itu ke wajahku, sambil tersenyum lembut. “Kau tidak perlu membelikanku sesuatu.” Ia juga merendahkan suaranya, dan suaranya terdengar seperti musik di telingaku.
“Aku tahu,” sahutku, “tapi aku mau.” Aku telah menyisihkan hadiah itu di satu sisi, dan menyerahkan bingkisan yang sudah dibungkus kertas kado itu padanya.
“Bisakah kau membukanya untukku? Tanganku sedang sedikitpenuh saat ini.” Ia menatap si gadis kecil, kemudian menatap kembali ke arahku.
“Kau tidak perlu membukanya sekarang, kalau kau sedang tidak bisa,” ujarku, sambil mengangkat bahu, “sebetulnya isinya tidak seberapa.”
“Jangan begitu,” ujarnya. “Aku hanya ingin membukanya di hadapanmu.”
Untuk menjernihkan pikiranku, aku menatap hadiah itu, dan mulai membukanya, dengan menarik selotipnya sedemikian rupa agar tidak menimbulkan banyak suara, kemudian melepaskan kertas kadonya dan sampai pada dusnya. Setelah menyisihkan kertas pembungkusnya, aku mengangkat tutup dus itu dan mengeluarkan sweternya, yang aku angkat untuk diperlihatkan kepadanya. Warnanya cokelat, seperti yang biasa dipakainya. Namun kupikir Jamie membutuhkan sweter baru.
Dibandingkan dengan kegembiraan yang baru kusaksikan sebelumnya, aku tidak mengharapkan reaksi berlebihan.
“Lihat, cuma ini. Aku sudah bilang tadi isinya tidak seberapa,” ujarku. Aku berharap ia tidak kecewa menerimanya.
“Bagus sekali, Landon,” ujarnya tulus. “Aku akan memakainya saat bertemu denganmu lagi. Terima kasih.”
Kami duduk diam selama beberapa saat, dan aku kembali memandangi lampu-lampu di pohon Natal.
“Aku juga membawa sesuatu untukmu,” bisik Jamie akhirnya. Ia melayangkan pandangan ke arah pohon, dan aku mengikuti pandangannya. Hadiahnya masih tergeletak di bawah pohon, agak tersembunyi di balik batang pohon itu, dan aku meraihnya. Bentuknya persegi, lentur, dan agak berat. Aku meletakkannya di atas pangkuanku dan membiarkannya di sana tanpa berusaha untuk membukanya.
“Bukalah,” ujarnya, sambil menatapku.
“Kau tidak bisa memberikan ini kepadaku,” ujarku dengan napas terkecat. Aku sudah tahu apa isinya, dan aku tidak mempercayai apa yang telah dilakukan Jamie. Tanganku mulai bergetar.
“Please,” ujarnya padaku dalam suara yang teramat lembut, “bukalah. Aku ingin kau memilikinya.”
Dengan ragu aku membuka bungkusnya perlahan-lahan. Ketika kertas kadonya akhirnya lepas, aku memegang hadiah itu dengan hati-hati, takut merusaknya. Aku menatapnya, dengan penuh emosi, dan perlahan-lahan tanganku mengusap bagian atasnya, menelusuri sampul kulitnya yang sudah mulai usang sementara air mataku mulai mengambang. Jamie mengulurkan tangannya dan meletakkannya di atas tanganku. Rasanya hangat dan lembut.
Aku melirik ke arahnya, tak tahu harus berkata apa.
Jamie telah memberikan Alkitab-nya kepadaku.
“Terima kasih atas apa yang telah kaulakukan,” bisiknya padaku. “Ini merupakan Natal terbaik yang pernah kualami.”
Aku berpaling tanpa menjawab dan mengulurkan tanganku ke arah aku meletakkan gelasku sebelumnya. Lagu Silent Night masih terdengar, musiknya memenuhi seluruh ruangan.

Bayangkan! Jamie memberikan Alkitab kesayangan peninggalan ibunya kepada Landon so sweeeet

ini favorite juga :3
Jangan tanyakan padaku bagaimana kejadiannya, karena aku juga masih belum dapat menjelaskannya. Sesaat aku berdiri di sana di hadapannya, bersiap-siap untuk berjan ke teras, namun ternyata aku tidak melakukannya. Bukannya melangkah ke arah kursi-kursi yang ditunjuknya, aku malah melangkah mendekati Jamie dan meraih tangannya. Aku menggenggam tangannya dan menatap matanya lekat-lekat, sambil bergerak semakin dekat. Ia tidak melangkah mundur, namun matanya melebar sedikit, dan untuk sekejap aku sempat mengira bahwa aku telah melakukan kesalahan dan nyaris tidak meneruskannya. Aku berhenti sebentar dan tersenyum, sambil memiringkan kepalaku, dan hal berikut yang kulihat adalah Jamie memejamkan matanya dan juga sedang memiringkan kepalanya. Wajah kami semakin berdekatan.
Kejadiannya tidak sepelan itu, dan yang jelas tidak seperti ciuman yang kaulihat di dalam film-film zaman sekarang. Namun dalam caranya sendiri, ciuman kami amat istimewa. Satu hal yang terlintas dalam benakku saat bibir kami bertemu adalah aku yakin kenangan itu akan abadi selamanya. AAAAAAA demi apapun suka bagian ini /plak ._.v

"Kasih itu sabar; kasih itu murah hati. Ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu."


ayat Alkitab yang dipilih Jamie :3 1 korintus 13:4-7 huaaaa... tepat sekali :3

ini yang paling saya suka:
“Kau mencintaiku?” tanyaku padanya.
Ia tersenyum. “Ya.”
“Kau mau membuatku bahagia?” Saat aku menanyakan pertanyaan ini padanya, aku merasa jantungku mulai berdebar-debar.
“Tentu saja aku mau.”
“Kalau begitu, kau mau melakukan sesuatu untukku?”
Ia memalingkan wajahnya, kesedihan membayang di sana. “Aku tidak yakin apakah aku masih bisa melakukannya,” sahut Jamie.
“Tapi kalau kau bisa, kau mau, kan?”
Aku tidak dapat menggambarkan dengan tepat bagaimana persisnya perasaanku ketika itu. Cinta, amarah, kesedihan, harapan, dan ketakutan berbaur menjadi satu, diperuncing kecemasan yang sedang kurasakan. Jamie menatapku dengan heran, dan irama napasku menjadi lebih cepat. Tiba-tiba aku tahu bahwa perasaanku terhadap seseorang tidak pernah sekuat yang kurasakan saat itu. Saat membalas tatapannya, kenyataan sederhana itu membuatku berharap untuk kesekian kalinya aku dapat membuat semua kepedihan ini hilang. Seandainya itu memang mungkin, aku bersedia bertukar tempat dengannya. Aku ingin sekali mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiranku padanya, namun suaranya tiba-tiba menenangkan emosi yang sedang bergejolak di dalam diriku.
“Ya,” kata Jamie akhirnya, suaranya lemah namun tetap penuh dengan janji. “Aku mau.”
Akhirnya aku menciumnya lagi setelah dapat mengendalikan diriku kembali, kemudian aku mendekatkan tanganku ke wajahnya. Aku menikmati kehalusan kulitnya, kelembutan yang terpancar dari matanya. Bahkan pada saat itu ia begitu sempurna.
Tenggorokanku kembali tercekat, tapi seperti yang kukatakan sebelumnya, aku tahu sekarang apa yang harus kulakukan. Mengingat aku harus menerima kenyataan bahwa aku tidak mungkin dapat menyembuhkannya, yang ingin kulakukan adalah memberikan kepadanya sesuatu yang memang dari dulu ia inginkan.
Itulah yang dikatakan oleh hatiku selama ini.
Jamie, setahuku saat itu, telah memberikan kepadaku jawaban yang selama ini kucari, jawaban yang dibutuhkan oleh hatiku. Ia telah memberikan jawabannya padaku saat kami duduk berdua di luar ruang kerja Mr. Jenkins pada malam kami menanyakan pendapatnya mengenai pementasan drama itu.
Aku tersenyum lembut, dan ia membalas pernyataan sayangku dengan meremas pelan tanganku, seakan ia percaya pada apa yang akan kulakukan. Dengan perasaan lebih mantap, aku mencondongkan tubuhku lebih dekat dan menarik napas dalam-dalam. Saat mengeluarkan napas, aku mengucapkannya seiring dengan aliran napasku.
“Maukah kau menikah denganku?”

Entah mengapa adegan lamar-melamar membuat dada saya berdesir, aaaaa apalagi yang ini... so sweet

Aduh Tuhan, saya gak tahu mau bilang apa lagi, bagaimana caranya saya supaya tidak menebar spoiler disini.
Tapi terlanjur, saya terlalu cinta sama ini buku :3 huaaaa...

Adegan pernikahannyapun mengharukan, saya nangis bombay disitu :''') huaaaaaaa... lebay

Yang pasti saya sangat suka jalan cerita Novel ini.
Bdw, saya juga sudah menonton filmnya tapi I still prefer the book than the movie, but I love both :p

Oke sekian spoiler saya.... Terima kasih :p

"Aku tersenyum, sambil menatap langit, karena masih ada satu hal yang belum kuberitahukan. Sekarang aku percaya bahwa mukjizat itu bisa saja terjadi."




2 komentar:

Anonim mengatakan...

Ini temanya apa??

Unknown mengatakan...

kalo aku pertama kali tau dari filmnya, malem nonton filmnya pas bangun mata aku sembab *you know what i mean lah hehe
masih belum ketemu yg jual bukunya sih

Posting Komentar

Untuk pengguna anonymous mohon cantumkan nama di akhir komentar :) Terima Kasih^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

The Montage of My Books Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review