Judul Buku: Miss Pesimis
Penulis: aliaZalea
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 272
Genre: Metropop
Novel Indonesia
Bertahun-tahun Adriana Amandira memendam cinta pada Baron tanpa berani memperlihatkannya, karena mengira dia bukan tipe wanita yang disukai lelaki itu. Sepuluh tahun kemudian, ketika sudah sama-sama dewasa dan sukses, kenyataan berkata lain dan kesempatan terbuka untuknya untuk memiliki kebersamaan mereka.
Namun ketika Baron melamarnya, Adriana bimbang. Jika ia menerima pinangan lelaki itu, berarti dia akan melukai hati Oli, tunangan Baron yang juga teman mereka.
Adriana merasa frustrasi, patah hati. Untuk melupakan Baron, dia lalu memutuskan untuk melakukan perbuatan gila-gilaan yang belum pernah dilakukannya selama hidup, dan bukan khas dirinya. Salah satunya, dia ingin sekali berkencan dengan seseorang, sembarang lelaki, siapa pun dia. Dan Adriana tak mengira, bahwa yang datang menyambut tawarannya adalah sahabatnya sendiri....
*****
My review:
[Spoiler Alerts]
Bercerita tentang Adriana Amandira atau Adri atau Didi, berusia 30 tahun masih single tanpa prospek suami kedepan, masih perawan dan cinta mati sama temannya sejak SMP, Baron. Didi sewaktu SMP masuk dalam kelompok anak-anak yang kurang populer sedangkan Baron masuk dalam kelompok anak-anak yang populer itu yang membuat Didi ‘pesimis’ bisa mendapatkan Baron. Didi adalah anak yang pintar, IQ nya diatas rata-rata, dulu dia menyesal membuang masa mudanya hanya untuk menjadi anak yang seperti itu, dia merasa seperti membuang masa mudanya.
Dia juga mencoba melupakan Baron, sehingga dia lari ke Amerika disana dia juga berusaha melupakan Baron dengan berpacaran dengan Vincent, tapi akhirnya tetap saja dia tak bisa berhenti memikirkan Baron dan tentu saja dia menyakiti hati Vincent.
Didi kembali ke Indonesia, kemudian bekerja Good life, disana dia bertemu dengan Ervin, cowok yang tampangnya seperti Dewa Yunani itu akhirnya berteman dengan Didi. Dia tampak sangat perhatian kepada Didi apalagi ketika perjalanan ke Cincinnati, berbeda dengan pertama kalinya Didi bertemu Ervin di lift, dia sangat tampak Jutek.
Banyak kejadian menarik yang dilewati Didi bersama Ervin sebelum Baron datang kembali dalam hidupnya. Baron datang sebagai Thomas teman Ervin, dan Baron juga datang sebagai tunangan Olivia, teman Didi sewaktu SMP.
Membuat sebuah konflik antara Ervin versus Baron.
Didi juga baru tahu kenyataan bahwa Baron juga cinta terhadap dirinya semenjak SMP, dan dia coba untuk move on segala sesuatu tentang Didi setelah kepergian Didi ke Amerika.
Baron membuat Didi kembali berharap karena sikapnya, yang melamar Didi tapi Didi ingat Baron punya Olivia, calon isterinya yang sebenarnya bukan Didi dan dia menolaknya.
Didipun patah hati, disaat-saat seperti itu Ervinlah yang selalu ada buat Didi. Mulai dari rencanaya untuk Get real drunk and start making out with some random guy.
Tapi semuanya itu gagal dalam usahanya waktu liburan di Lembang karena dia di jaga Ervin dan ‘watch dogs’. Meskipun tadi sempat ‘sedikit’ get real drunk. Tapi dia belum berhasil start making out with some random guy. Dan akhirnya Didi mendapat tawaran untuk make-out bareng…… hmmmm… titiktitik… :p setelah usaha yang pertama melupakan baron dengan dirty little secretnya dia anggap berhasil, sekarang rencana yang kedua yaitu have a one night stand before the New Year masalahnya Didi masih perawan dan menganut ‘no sex before marriage’ bisa merencanakan hal seperti itu… hanya karena ingin melupakan cowok? :O owwhhh… rencana itu lagi-lagi gagal ketika dia ke bar dan mencoba berdansa dengan pria-pria yang ada disitu. Sama seperti ketika melakukan langkah pertamanya, langkah kedua Didi juga mendapat tawaran dari…. Hmm… titiktitik :p and then…. Saya sudah terlalu spoiler…. Jadi sampe sini aja yaaa…. /plak… ._.v yang pasti ada rencana terakhir juga :O
---------------------------------
Suka banget pas pembicaraan antara Mbak Tita sama Didi… kenapa kisah Didi jadi mirip kisah saya disini huaaaaa *mojok*…
“Gue bosan sama hidup gue yang itu-itu saja. Dari gue SD, yang gue tahu Cuma sekolah sama kerja, mencoba untuk jadi murid terbaik, anak terbaik, adik terbaik, pokoknya segala sesuatu yang terbaik. Semua itu gue kerjakan supaya gue nggak ngecewain lo, Bapak, dan Ibu.”
Wajah kakakku terlihat sedih mendengar itu, tapi dia tidak mencoba memotongku.
“Gue nggak pernah bisa menikmati masa-masa ABG gue karena terlalu sibuk mikirin nilai. Semua itu gue bela-belain sampai gue nggak punya social life. Waktu semua orang mulai pada pacaran, lo tahu gue ada di mana? Di perpustakaan... belajar. Gue nggak pernah ada kesempatan untuk benar-benar merasakan apa itu fall in love,” lanjutku.
“Siapa bilang kamu nggak pernah jatuh cinta. Kamu dilamar sama Vincent, kan?”
“Yang kemudian gue tolak? Kebayang nggak sih.... dua kali gue dilamar orang, satu kali sama laki-laki yang memang gue nggak cinta dan satu kali lagi sama lakilaki yang gue „sangka gue cinta. Tapi buntutnya gue tolak dua-duanya,” jelasku lalu duduk kembali di sofa.
Kakakku membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi dan menutup mulutnya kembali.
“Gue kerja kayak orang kesetanan, maksudnya supaya orang bisa bilang gue sukses. Tapi gue nggak bisa share sama orang lain kesuksesan gue itu. Gue nggak punya suami, nggak ada anak, nggak punya love life. Waktu di Lembang gue sadar selama ini gue mengidentifikasi diri gue dengan segala sesuatu yang ada di sekeliling gue. Tapi gue sendiri nggak pernah tahu siapa gue di luar itu. Gue bahkan nggak tahu apa yang gue mau,” lanjutku.
Kakakku berlutut di hadapanku dan mencoba berbicara sepelan mungkin.
“Kamu ini adikku yang paling pintar, paling baik, paling berbakat, paling punya potensi untuk sukses. Kamu punya kerjaan bagus yang kamu suka...”
Aku potong kalimat kakakku, “Tapi itu bukan yang gue mau, Mbak... itu semua gue kerjakan hanya untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tapi gue ngerasa kosong, dan gue baru sadar kekosongan itu nggak akan bisa diisi sama segala sesuatu yang sifatnya material. Kekosongan itu harus diisi dengan... cinta.”Aku merasakan mataku mulai panas. Aku siap menangis.
“Kamu dicintai sama gue, Ibu, Bapak, keluarga besar kita, Ina, sobat-sobat kamu....”
“Ya memang cinta, tapi gue mau cinta dalam bentuk lainnya. Suatu bentuk cinta yang selama ini ada di kamus gue, tapi dengan definisi yang salah. Gue pikir gue cinta sama seorang laki-laki selama lima belas tahun (me: 5 tahun) tapi sekarang gue sadar gue nggak cinta sama dia. Separo hidup gue sudah habis hanya untuk menunggu cinta orang itu. Gue sudah salah perhitungan.”
Aku menarik napas panjang sebelum melanjutkan, “Sekarang gue sudah mengerti bahwa bentuk cinta yang gue mau berarti pengorbanan, bukan permintaan. Cinta itu harus diberi dengan rela dan terbuka.
Yak, kata-kata yang di bold itu saya banget… huaaaaaa…
Endingnya sih ketebak… tapi, ceritanya lumayan ‘ngena’ terutama ke real love saya without drunk, one night stand, sex before marriage and pregnant… hehehe…
Cuma disini anehnya saja, Karakter Didi terlihat ‘labil’ kalau dia seorang yang lulusan psikologi, seharusnya dia lebih bisa mengontrol dirinya ketika patah hati dari Baron bukan dengan cara dirty little secretnya… namanya juga miss pesimis (?)
Well, it just a story… ya itu imajinasi penulisnya… saya cuma pembaca yang menikmati tulisannya.
3 dari 5 bintang I like this novel….
0 komentar:
Posting Komentar
Untuk pengguna anonymous mohon cantumkan nama di akhir komentar :) Terima Kasih^^